Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 122

 Admin kembali lagi dengan Novel yang sangat seru,Novel ini menceritakan seorang gadis Desa yang bernama Khansa yang di anggap wanita sial di desa tersebut,Novel ini berjudul “ Gadis Desa Pengantin Penganti ”


Hahaha Admin ga akan lanjut nanti di bilang spioiler lagi kita akan lanjut ke kisah Khansa yang sangat menguras perasaan dan Novel ini mempunyai jalan cerita yang panjang dan  seru langsung saja kita menuju TKP….😘😘🥰


BAB 122 : AHLI VIRUS


"Belilah secangkir kopi, dan minum!" perintah Leon kepada Gerry. 


Leon menundukan pandangannya pada berkas yang baru saja dia terima, "Gala Quin,"


Leon melanjutkan membaca, Gala adalah pria muda yang berbakat. Dalam usia mudanya dia bisa menjadi professor ahli virus yang diakui. Di dunia tidak banyak ahli virus yang dapat mengenali virus inti dan turunannya yang bahkan bisa menjadi beratus-ratus turunan. 


Gala adalah salah satu pria berbakat itu. Beberapa ahli virus bekerja ada yang bekerja bersama dalam satu naungan lembaga dunia. Bekerja mengembangkan prototipe virus yang menguntungkan bagi kehidupan banyak manusia, ataupun mengembangkan virus untuk melawan senjata kimia yang berasal dari virus yang dikembangkan lalu disalahgunakan. 


"Orang-orang jenius terkadang menyeramkan," ujar Leon dengan sedikit merinding. 


Selama ini Gala tinggal di luar negri, bekerja untuk Oracle Farmasi. Namun tiba-tiba saja dia pulang ke Indonesia. Tak lama kemudian menikah secara agama dengan Stephanie, ibunya Khansa. 


"Apakah Gala adalah ayah kandung Khansa?" ujar Leon.


"Jika iya, lalu siapa dibalik kematiannya?" Pikir Leon yang teringat jika Bibi Fida mengatakan ayah Khansa terbunuh. 


Leon meletakan berkas itu dalam laci meja kerjannya, lalu segera bergegas pergi ke rumah Nenek Quin. Gerry duduk di sofa yang ada di luar ruangan Leon. 


Gery baru saja ingin menyesap kopinya. Namun, perintah baru telah turun, "Kita pergi ke rumah Nenek Quin!" 


Gery hanya berhasil menyesap satu tegukan kopinya, lalu segera mengikuti langkah bos besarnya itu.  Dalam hati Leon merasa ini bukanlah masalah kecil, karena itu tidak ingin membuang waktu. 


Rumah Nenek Quin berada tepat di depan jalan raya. Nampak Nenek Quin sedang  menyiram tanaman bersama Dafa. 


Melihat jika Leon datang lagi, Dafa langsung membuang selang yang dia pegang ke tanah, "Mau apa datang kesini? Istrimu tidak ada di sini." 


Nenek Quin langsung saja menyiram tubuh Dafa dengan air selang yang sedang dia pegang, Nenek Quin mengomeli Dafa, "Apa kau ini kurang didikan, mengapa kasar dengan tamu?" 


"Nenek, aku ini cucu kandungmu bukan seh? Mengapa begitu galak?" protes Dafa sembari melihat bajunya yang sudah basah itu. 


"Maafkan ketidaksopanan cucu tengilku ini," sapa Nenek Quin kepada Leon dan Gery. 


"Nyonya, aku datang karena ada hal penting yang ingin aku konfirmasi," balas sapa Leon. 


"Apakah kita sudah saling mengenal sebelumnya?" tanya Nenek Quin. 


"Belum, tapi pasti Nyonya mengenal Gala Quin," jawab Leon.


Mendengar jika Leon menyebutkan nama Gala, maka Nenek Quin langsung menjatuhkan selang yang sedang dia pegang. 


"Nenek, apa baik-baik saja?" tanya Dafa. 


Dafa membawa Nenek Quin masuk, Leon dan Gery pun ikut masuk. Dafa mendudukan Nenek Quin di kursi malas. 


Nenek Quin memandang kepada Leon, "kalian mengenal Gala?" 


"Tidak begitu, karena itu datang ingin bertanya," jawab Leon. 


"Putraku itu ... Gala ... kami tidak pernah bisa menekannya, membuatnya untuk tetap tinggal bersama kami," ujar Nenek Quin. 


"Maksud Nyonya?" tanya Leon. 


Nenek Quin hanya bisa menangis, lalu Dafa melengkapi jawaban Nenek Quin, "Pamanku itu adalah seorang yang jenius."


"Ketika bakatnya di sini tidak dihargai, memilih pergi ke luar Negri. Bertahun-tahun di sana. Tiba-tiba kembali dah hanya sedikit bercerita jika penelitiannya telah disalahgunakan oleh teamnya," jelas Dafa. 


"Paman bilang, waktu itu karena tidak rela jika penelitiannya malah akan dijadikan senjata biologis, Paman lebih memilih keluar dari team itu," cerita Dafa lagi. 


Nenek Quin bercerita, jika Gala hanya tinggal sebentar dengan mereka. Baru menikah sudah pergi lagi entah kemana. Saat itu tidak memberitahu akan pergi kemana. 


Kami kehilangan kabar, sejak saat itu, "Apa kalian mengetahui tentang keberadaannya?" tanya Nenek Quin dengan cemas. 


Leon menghela napas panjang, "Maafkan aku Nyonya, jika aku mengatakan Gala sudah tidak bersama kita lagi."


Tangis Nenek Quin pun langsung pecah, Dafa memeluk Nenek Quin dan menenangkannya. Untuk saat ini Leon masih diam, tidak memberitahu jika Khansa, adalah putri dari Gala. Karena semuanya masih belum jelas.

Di kediaman Isvara, Khansa sedang membaca-baca berkas kesehatan Kakek Isvara selama ini, Khansa melirik ketika ponselnya berdering. Melihat nama Emily yang tertera, Khansa segera saja menjawabnya. 


"Ada apa?" tanya Khansa. 


"Aku sudah pindah beberapa minggu ke rumah baru, tapi kau sekali pun belum mengunjungiku?" Protes Emily. 


"Aku sudah tahu bentuk rumahnya?" jawab Khansa mencandai Emily. 


Rumah yang Emily tempati sekarang adalah rumah yang dia sewa dari Khansa, karena itu Khansa merasa untuk apa dilihat lagi. 


"Kau ini sudah menikah, lalu melupakan sahabat," protes Emily lagi. 


"Tidak ... tidak lupa, hanya sedang sibuk menjaga kakek," jawab Khansa sembari melirik Kakek Isvara. 


"Apakah masih belum sadar?" tanya Emily. 


"Belum?" jawab Khansa lirih. 


Emily juga merasa sedih, dalam ingatannya Kakek Isvara benar-benar menyayangi Khansa. Emily menghibur Khansa, "Aku yakin kakek suatu hari akan siuman."


"Ya ... pasti," jawab khansa sembari membulatkan tekad untuk menyembuhkannya.


"Sudah dulu ya, saatnya memberi terapi kepada kakek," ujar Khansa. 


Emily memandangi ponselnya yang meredup. Lalu memandangi rumah besar ini, dalam hati sedikit merasa kesepian. Ingatan Emily melayang kepada tahun-tahun masa dia kecil, ketika diadopsi. 


Pada saat itu Tuan Besar Kawindra membawanya pulang ke kediaman Kawindra, dan langsung saja Tuan dan Nyonya Kawindra bertengkar hebat karenanya. Emily adalah putri dari wanita yang Tuan Besar Kawindra cintai. Sementara bersama Nyonya Kawindra menikah hanya karena perjodohan. Setelah mengetahui ibu Emily meninggal, maka Tuan Kawindra berinisiatif mengadopsinya.


Hanya Rendra Kawindra yang bersikap manis kepadanya waktu itu, menghibur Emily, "Kau cantik seperti boneka porselen."


"Aku akan menjagamu dengan baik agar tidak pecah," janji Rendra waktu itu. 


Tapi semua berubah, ketika mereka secara tidak sengaja bermesraan di malam itu dan diketahui oleh Nyonya Kawindra. 


Demi meredam kemarahan ibunya terhadap Emily, Rendra sembarangan memberikan alasan yang dapat diterima oleh Nyonya Kawindra. 


"Aku melakukannya demi ibu, bukankah ibu bilang jika ibunya Emily adalah wanita penggoda. Wanita yang telah menggoda ayah," ujar Rendra kala itu.


"Jadi aku sengaja merusaknya," ujar Rendra lagi dengan nada dingin.


Telinga Emily bagai tersambar petir ketika mendengarnya, tangan Emily gemataran menutupi tubuhnya dengan selimut. 


Ketikta waktu itu dia berteriak sakit, Rendra masih membujuknya dengan lembut. Tapi pagi harinya dia mengatakan hal yang menyakiti hati dan telinganya. 


Mengngat itu Emily menangis, menghapus air matanya, "Aku membencimu."


Ting nong! bel rumah Emily berbunyi. 


"Itu tidak mungkin Khansa kan?" pikir Emily segera berlari membukakan pintu. 


"Khansa ..." panggil senang Emily. 


Melihat yang berdiri di depan pintu bukanlah Khansa, melainkan Rendra maka senyuman di wajah Emily menghilang. 


"Kak Rendra ..." gumam Emily. 


"Apa begini caramu menyambut tamu? Tidak mempersilahkan masuk?" ujar Rendra. 


"Aku tidak pernah mengundangmu datang," jawab ketus Emily. 


Emily ingin menutup pintu, tapi kaki Rendra dengan cepat menahan pintu itu. Lalu dengan cepat masuk ke dalam.



Bantu admin yah kak dengan klik ... biar admin semangat postnya


Klik ini untuk lanjut ke Bab Berikutnya


Bersambung

Novel ini merupakan Novel yang panjang dan mempunyai cerita yang sangat bangus dan seru untuk menemani anda di kala santai.ikuti kisah selanjutnya yah.



Posting Komentar untuk "Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 122"