Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 41

 Admin kembali lagi dengan Novel yang sangat seru,Novel ini menceritakan seorang gadis Desa yang bernama Khansa yang di anggap wanita sial di desa tersebut,Novel ini berjudul “ Gadis Desa Pengantin Penganti ”


Hahaha Admin ga akan lanjut nanti di bilang spioiler lagi kita akan lanjut ke kisah Khansa yang sangat menguras perasaan dan Novel ini mempunyai jalan cerita yang panjang dan  seru langsung saja kita menuju TKP….😘😘🥰


BAB 41 : KLONTANG-KLONTANG


Klontang! klontang! Terdengar diluar ada suara ribut-ribut bunyi benda berjatuhan, itu adalah boneka kayu pajangan ala jepang konde yang terjatuh.


Nenek Sebastian tidak sengaja menyenggolnya ketika sedang mencoba menguping, menginspeksi apakah rencana yang telah disusunnya telah berhasil atau tidak. Karena merasa tidak sabar, maka hal tidak terduga pun malah terjadi, Nenek Sebastian malah tidak sengaja menyenggol meja.


Karena mendengar suara boneka-boneka kayu yang terjatuh dari salah satu meja pajangan yang ada di dekat pintu kamar Leon, maka kali ini Leon menangkap basah Nenek Sebastian yang sedang menguping dari luar pintu.


Leon melepaskan Khansa, lalu melangkah kearah pintu dan membukanya, dan nampaklah wajah kaku Nenek Sebastian.


"Nenek sedang apa?" tanya Sebastian menyelidik. 


"Aah itu … itu," jawab Nenek Sebastian terbata.


"kau … k-kau apakah sudah selesai?" tanya gugup


Nenek Sebastian berbalut senyum gugup. 


"Apakah Nenek sedari tadi mengintip kami?" tanya Leon sembari bersedekap dan menaikan satu alisnya.


"Ah tidak …. tentu saja tidak, jangan mengada-ada," jawab Nenek Sebastian seraya menepuk-nepuk bahu cucunya itu.


"Ini lho! Paman indra laporan ke Nenek, mengatakan jika kunci kamar kalian rusak. Jadi Nenek hanya membantu Paman Indra untuk mengeceknya saja," jawab Asal Nenek Khansa.


Leon pun bersedekap seraya berkata, "Sejak kapan Nenek menjadi ahli kunci?" 


"Ini hanya karena Paman Indra meminta bantuan kepada nenek saja," jawab sembarang nenek Sebastian lagi.


Nenek Sebastian menjadikan Paman Indra sebagai kambing hitam, "Ya Tuhan, Nyonya! Kau baru saja mendorong aku ke kandang singa yang sedang kelaparan," pikir Paman Indra.


Nenek Sebastian mengedip samar kepada Paman Indra, memberi tanda agar Paman Indra mengaminkan perkataannya dan membantunya berakting di depan Leon.


"Ah iya! Tuan, ternyata setelah diperiksa semua baik-baik saja, tidak ada yang rusak," ujar Paman Indra mengamini padu akting dari Nenek Sebastian.


"Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan," jelas Paman Indra.


Leon melirik ke arah Paman Indra sambil mengernyitkan kedua alisnya. Paman Indra ketakutan sampai kakinya lemas, tidak disangka dirinya akan disalahkan oleh Nenek Sebastian.


Melihat wajah Paman Indra yang sudah ketakutan setengah mati, maka Leon pun melepaskan Paman Indra. Bagaimana pun juga Leon mengetahui ini semua memang ulah neneknya. Paman Indra hanyalah seorang kaki tangan yang dipaksa untuk menurut.


Leon mengerti, rupanya Nenek Sebastian hanya tidak sabar ingin menggendong cicit. Karena itu sangat bersusah payah menyusun rencana tentang pakaian seksi Khansa, dan juga tentang persoalan kuping menguping ini. Leon pun tak berdaya dan menutup pintu kamar kembali.


"Hish …. mengapa tidak berhati-hati!" ujar Nenek Sebastian memarahi Paman Indra. 


Paman Indra, "…" 


Dalam benak Paman Indra, sungguh Nenek dan cucu ini memiliki hubungan akur yang memang unik. Betapa pun terkadang Nenek Sebastian bersikap konyol, namun Leon tidak mempermasalahkannya, selama itu membuat Nenek sebastian senang dan tidak merugikan orang lain.


Jika hanya membuat dirinya menjadi sedikit repot, maka bagi Leon itu tidaklah mengapa, karena Leon sudah membuktikan jika rasa sayang Nenek Sebastian kepadanya sangatlah besar, tak heran karena hal itulah maka Leon sangat patuh dengan keinginan Nenek Sebastian.


Nenek Sebastian adalah orang yang selalu menemani Leon melawan sakitnya selama ini. Jadi mana bisa Leon marah dengan Nenek Sebastian. 



Leon menuju ke tepi ranjang, Khansa sudah tahu situasi saat ini dan jadi tegang. Leon berdiri  di tepi ranjang, berusaha mencari kata-kata yang tepat agar Khansa mau menurut kepadanya.


Leon naik ke atas ranjang besar mereka, lalu Leon meminta Khansa bekerja sama dengannya karena Nenek Sebastian masih ada di luar.


"Kau hanya perlu mengeluarkan suara d*sahan saja,"  ujar Leon. 


"T-tapi aku tidak bisa," jelas Khansa.


Khansa tidak tahu bagaimana bisa mendesah karena teringat pengalaman yang dulu, malam pertama yang ajaib bersama Leon di waktu pertemuan pertama mereka.


"Baiklah, jika begitu aku akan mengingatkan bagaimana suara d*sahanmu ketika waktu malam pertama, pertemuan kita waktu itu," ungkap Leon.


"K-kau mau apa? tanya panik Khansa sambil menahan dada Leon dengan kedua tangan mungilnya itu.


Khansa teringat pemanasan sungguhan yang Leon lakukan waktu, di malam pertama mereka, hanya karena demi bersandiwara, karena malam itu juga Nenek Sebastian sedang menguping.


"Ah jangan! Jangan yang itu!" ujar pelan Khansa seraya menggigit bawah ujung bibirnya sendiri,


ketika mengingat pemanasan sungguhan kala itu.


Leon terpaksa bertindak agar Khansa akhirnya mend*sah, "ikuti gerakan aku saja!" bisik Leon dengan suara baritonnya. 


Khansa bertambah panik, "Gerakan apa?" 


"Ini …" jawab Leon lalu mulai mencium telinga Khansa dengan gemas lalu melembut.


Leon meletakan tangan Khansa untuk melingkar di pinggang kuatnya itu. Lalu Leon menggigit telinga Khansa.


"Aaw …" desis Khansa seraya menarik tangannya dari genggaman Leon yang memaksa agar tangan mungil Khansa tersebut tetap berada di pinggang kuatnya itu.


"Kau …" ujar Khansa seraya memukul dada Leon, lalu mengusap-usap telinganya, yang tadi baru saja di gigit oleh Leon.


Nenek Sebastian tersenyum ketika mendengar suara d*sah teriak khansa, lalu Nenek Sebastian pergi dengan puas. 


Khansa meminta Leon menghentikan perbuatannya. Namun, malah Leon seperti tidak mau berhenti, bukan hanya menggigit telinga Khansa, namun malah sedikit menjilatinya.


"Hei! Kau sadarlah!" ujar Khansa yang merasa aneh dengan Leon yang bertindak tidak seperti biasanya. 


Wajah Leon memerah, napasnya terdengar berat. Terlihat seperti sedang bertempur melawan sesuatu yang keras. Meski wajahnya sedang tidak enak dipandang. Namun, itu tidak membuat guratan ketampanan Leon hilang dari wajahnya.


"Ini …. tidak bisa begini bukan? Kita hanya menikah diatas kertas saja," Khansa mencoba mengingatkan Leon.


"Tapi kau adalah istriku,"  jawab Leon yang terlihat semakin kesulitan untuk mengatur napasnya. 


"Tapi tetap saja kita hanya menjalani pernikahan yang disepakati," jelas Khansa lagi. 


Mendengar perkataan Khansa membuat Hati Leon terasa seperti baru saja tertimpa batu yang sangat besar, dan itu membuatnya menjadi marah dan tidak nyaman.


"Gadis ini hanya benar-benar menganggap aku sebagai seorang suami di atas kertas saja kah?" pikir Leon.


Leon pun menjauhkan tubuhnya dari tubuh Khansa, lalu beranjak dari atas ranjang. Leon masuk ke dalam kamar mandi.


Khansa menggulung diri dalam selimut, Khansa tidak mengantuk. Perasaan Khansa berkecamuk. Tadi itu benar-benar seperti bukan Leon yang selama ini Khansa kenal, Leon yang memiliki tingkat pengendalian yang sangat tinggi tapi malam ini seperti benar-benar kehilangan seluruh pengendalian dirinya.


Malam ini Leon seperti akan melepaskan pengendaliannya, terlihat seperti ingin melahap Khansa hidup-hidup. Gerakan Leon tadi terasa begitu intim, sehingga membuat Khansa gemetaran.


Khansa tidak tahu bagaimana dirinya tertidur, Khansa terbangun dan masih belum sadar sepenuhnya, dia melihat Leon tidak ada di sofa.


Leon pergi ke mana?


Klik ini untuk lanjut ke Bab Berikutnya


Bersambung

Novel ini merupakan Novel yang panjang dan mempunyai cerita yang sangat bangus dan seru untuk menemani anda di kala santai.ikuti kisah selanjutnya yah.



Posting Komentar untuk "Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 41"