Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 32

 Admin kembali lagi dengan Novel yang sangat seru,Novel ini menceritakan seorang gadis Desa yang bernama Khansa yang di anggap wanita sial di desa tersebut,Novel ini berjudul “ Gadis Desa Pengantin Penganti ”


Hahaha Admin ga akan lanjut nanti di bilang spioiler lagi kita akan lanjut ke kisah Khansa yang sangat menguras perasaan dan Novel ini mempunyai jalan cerita yang panjang dan  seru langsung saja kita menuju TKP….😘😘🥰


BAB 32 : TERTANGKAP BASAH


32.


"K-kau …" ujar Khansa terkejut.


Hendra menyeringai tersenyum sambil bersedekap. Hendra datang dengan membawa sekelompok pengawal berbaju hitam, bertanya Khansa mau membawa Bibi Fida kemana.


"Mau pergi tanpa pamit dengan Tuan rumah?" 


"Ah! Kau sudah pasti tidak akan pamit, kan tamu tidak di undang," ujar Hendra seraya mengambil bibi Fida dari papahan tangan Khansa.


Khansa penasaran kenapa Hendra bisa tahu dirinya kemari, "Ini kenapa dia bisa tahu?" gumam pelan Khansa. 


Seakaan mengetahui apa yang ada di pikiran Khansa, Hendra berjalan mendekati Khansa, "kenapa? Bingung karena aku bisa tahu gerak-gerikmu?" tanya Hendra.


Khansa, "…"


"Aku terlalu mengenalmu dengan baik sayang!" ujar Hendra seraya menyelipkan rambut Khansa ke balik telingganya.


"Karena itu, hanya akulah yang pantas menjadi priamu, hanya aku yang pantas memilikimu," jelas Hendra.


Hendra selalu tahu kalau Khansa sangat cerdik, maka membawa anggota kesini untuk mencegah hal yang tidak diinginkan adalah sudah tepat. 


Memiliki bibi Fida di tangannya, itu sama saja seperti memiliki tiket emas, tanpa meminta Khansa datang, maka Khansa akan datang dengan sendirinya, begitu Khansa mengetahui lokasi bibi Fida.


Akhirnya Khansa benar-benar sungguh datang, untuk menyelamatkan bibi Fida. Hendra sudah menebak langkah Khansa yang ini, karena Khansa begitu menyayangi bibi Fida.


Khansa menjelaskan keadaan bibi Fida yang sudah gawat, "Bibi Fida sakit parah, aku mohon bawa Bibi Fida ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan."


Khansa berusaha mengambil bibi Fida dari pegangan salah satu pengawal Hendra, Khansa memang bisa memakai jarum perak, namun melawan begitu banyak orang sendirian dan dengan bibi Fida di jadikan sandera, sungguh itu bukan situasi yang memihak kepada Khansa.


Khansa benar-benar memohon kepada Hendra agar mau membawa dan mengantar bibi Fida berobat ke rumah sakit dulu.


"Aku mohon!" pinta Khansa sekali lagi seraya memegang lengan Hendra.


"Tidakkah kau lihat, keadaannya sudah sangat parah," ujar Khansa. 


Hendra melihat tangan putih Khansa, jari-jarinya yang terlihat imut manis itu yang tengah memegangi lengannya, merasa seketika saja hatinya terhujani oleh jarum-jarum pentul yang menusuk hatinya dan memberikan sensasi menggelitik geli sampai menjalar ke sekujur tubuh.


Hendra mengalihkan pandangannya ke arah bibi Fida, Hendra melihat ada bercak darah di daster putih bibi Fida.


Hendra berpikir sejenak, lalu mengijinkan bibi Fida dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa, asalkan Khansa harus tinggal untuk menyelesaikan transaksi mereka yang tertunda di hotel waktu itu.


"Asal kau tinggal disini untuk menemani aku, maka aku akan mengatur perawatan terbaik untuk Bibi Fida," Hendra memberikan penawarannya.


Khansa mengerutkan alis, jelas sekali kali ini Khansa tidak punya kuasa untuk menolak, terdiam sesaat akhirnya Khansa mengangguk setuju.


"Baik! Setuju, kau segera bawa Bibi Fida ke rumah sakit terbaik dengan penanganan dokter terbaik."


Bagi Khansa prioritas utama saat ini adalah memberi pertolongan pertama pada bibi Fida, batuk bibi Fida sudah sampai mengeluarkan darah, tidak ingin kerusakan pada area jaringan paru-paru bibi Fida semakin parah dan menjalar, maka bini Fida harus segera mendapatkan pertolongan medis.


Karena kondisi bibi Fida ini, membuat Khansa mau tak mau sedikit mengalah dulu terhadap kemauan Hendra.


Begitu melihat Khansa mengangguk  Hendra menjentikan jarinya, memberikan tanda kepada pengawalnya untuk membawa bibi Fida ke rumah sakit. Dua pengawal maju ke depan dan membawa bibi Fida naik ke mobil.


Hendra mencengkram bahu Khansa dan menyeretnya ke dalam rumah, "saatnya memenuhi janji yang tertunda," bisik parau Hendra yang terdengar sudah sangat tidak sabar.


Senyuman Hendra terlihat begitu sumringah, setelah menutup pintu rumah, Hendra langsung membawa Khansa ke kamar utama.


Hendra segera mendorong Khansa ke atas ranjang besar bergaya Eropa miliknya itu. Hendra memperingati Khansa agar jangan macam-macam.


"Jangan pernah mencoba melawan aku, jadilah Khansa kecilku yang penurut! Ok," ujar Hendra mengingatkan betapa dulu Khansa sangat patuh kepadanya ketika di masa kecil.


"Kau bertumbuh dewasa dengan sangat sempurna, sangat cantik," puji Hendra.


"Apa saat ini kau tidak ingat dengan Jihan?" tanya Khansa. 


"Apa kau tak punya rasa malu, kemarin tidur dengannya dan sekarang berniat meniduriku?" tanya sarkas Khansa lagi.


"Apa dalam otakmu itu hanya berisi tentang hal ini saja?" ujar Khansa sambil mentertawai Hendra


"Jangan menguji batas kesabaran aku," ujar Hendra marah lalu ingin membuka cadar di wajah Khansa.


Hendra tak sabar ingin melihat rupa sempurna Khansa dari balik cadar itu, mata dan alisnya saja sudah begitu indah, hidung mancung yang Hendra ingat ketika melihat foto Khansa bayi dulu, bibir merah ranum. Sekarang ketika Khansa dewasa itu pasti akan sangat enak ketika dinikmati, dikecup, direngkuh dalam-dalam. Hendra berencana malam ini akan membuat Khansa merasakan sesak nafas karena nikmat surga dunia.


"Akan aku tunjukan apa itu surga dunia," tukas Hendra sambil tertawa mesum.


Saat tangan Hendra hampir menyentuh cadar itu, pandangan Khansa jadi dingin dan langsung  saja mengeluarkan jarum perak yang sudah dia persiapkan sebagai senjata.


Khansa mengarahkan jarum ke bagian belakang leher Hendra. Namun, kecepatan tangan Khansa masih bisa ditangkis oleh Hendra dengan mudah.


Hendra mencengkram pergelangan tangan Khansa, “Sasa, aku terlalu mengerti dirimu, trik kecilmu ini tidak akan bisa membuatmu lolos dariku!”


Khansa menyeringai dingin, “Oh ya?”


"Trik kecilku ini mungkin bisa kau tangkis!" ujar Khansa sedikit meledek. 


"Namun trik yang satu ini, pria mana pun akan kesulitan untuk menangkisnya!" tukas Khansa seraya menendang bagian bawah Hendra dengan gerakan cepat.


Khansa mendorong tubuh Hendra, yang sedang menahan sakit karena tendangan dari Khansa. Mencoba melarikan diri dari jeratan Hendra.


Hendra paling benci ditipu dan dikhianati oleh Khansa, Hendra bergegas maju ke depan dan menarik Khansa ke dalam pelukannya lagi.


Hendra menunduk ingin mencium Khansa, “Sasa, kamu tidak seharusnya membuatku marah! Aku sudah bilang kalau kamu ini milikku, hati dan ragamu semuanya milikku!”


"Priamu hanya aku, dan hanya boleh aku. Tempatmu adalah di sini, di sisiku, hanya aku yang boleh bersamamu," ungkap Hendra. 


"Apa kau paham?" Hendra mempertegas perkataannya tadi.


Hendra masih berusaha untuk mencium Khansa, wanita yang dicari-cari sudah berada di depan mata dan dalam pelukan. Jadi mana mungkin ketika waktu berharga ini datang, tidak dia manfaatkan dengan baik. 


Khansa berusaha keras berontak karena tidak ingin dicium oleh Hendra, Khansa sadar pria ini sudah bukan kak Hendra yang dulu dikenalnya lagi.


"Brengsek, mana boleh kau sentuh aku sesukamu," pekik Khansa dengan tidak rela. 


"Lepaskan aku!" pekik marah Khansa lagi.


"Brengsek!" hardik Khansa.


Saat ini tiba-tiba terdengar suara yang keras, pintu rumah ditendang dan terdengar suara bariton, “Lepaskan tangan kotormu darinya!”


Klik ini untuk lanjut ke Bab Berikutnya


Bersambung

Novel ini merupakan Novel yang panjang dan mempunyai cerita yang sangat bangus dan seru untuk menemani anda di kala santai.ikuti kisah selanjutnya yah.



Posting Komentar untuk "Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 32"