Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 18

 Admin kembali lagi dengan Novel yang sangat seru,Novel ini menceritakan seorang gadis Desa yang bernama Khansa yang di anggap wanita sial di desa tersebut,Novel ini berjudul “ Gadis Desa Pengantin Penganti ”

Hahaha Admin ga akan lanjut nanti di bilang spioiler lagi kita akan lanjut ke kisah Khansa yang sangat menguras perasaan dan Novel ini mempunyai jalan cerita yang panjang dan  seru langsung saja kita menuju TKP….😘😘🥰


BAB 18 : PINGGANG YANG KUAT


18.


Khansa memandangi Leon, pria berkaki panjang itu berdiri membelakangi cahaya, kontur wajahnya yang tampan seolah dibingkai dengan bingkai emas, pria yang memakai kemeja hitam ini terlihat sedikit lebih misterius dan dingin dari biasanya.


Terkadang Khansa masih tidak mempercayai takdir yang mengikat dirinya dengan pria ningrat nan tampan ini.


Khansa berpikir jika ibunya pasti sudah banyak berdoa ketika sedang mengandung dirinya, sampai-sampai Tuhan menghadiahi suami seperti Leon, mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna bagi mata Khansa.


Khansa mengalihkan pandangannya ke bawah secepat kilat, Khansa menahan nafasnya sambil menunduk.  Sebuah ikat pinggang mahal berwarna hitam melilit di pinggang pria itu sehingga menampakkan lingkar pinggang yang kencang, ya… inilah pinggang kuat… yang dibilang  Emliy dan yang tadi mereka diskusikan  melalui pesan suara whatsApp.


Setelah sadar bahwa dirinya sudah terpengaruh oleh ucapan Emliy. Wajah Khansa bersemu merah karena lagi-lagi  memikirkan dengan serius perkataan Emliy tadi.


"Issh … ini lagi berpikir apa seh!" gumam Khansa, yang sedikit tidak mempercayai dirinya tengah berpikir mesum tentang suaminya sendiri, pria dengan pinggang yang kencang.


Khansa pun bergegas menghentikan pemikirannya, dan sedikit memukul-mukul pelan  keningnya dengan kedua tangannya agar perkataan Emliy tadi pergi dari pikirannya.


Khansa mengatur nafasnya lalu bertanya seperti biasa, “Tuan Leon, untuk apa kamu berdiri di sana?”


Khansa berbicara dengan nada yang terdengar berusaha biasa saja sambil sedikit menyengir, tapi Leon dapat melihat jika saat ini jantung Khansa sedang bertalu-talu dengan kencang.


Leon mengernyitkan alisnya sambil menatap gadis itu, “Sepertinya aku melihat seekor kucing sedang mengeong.”


Khansa, "A… apa?" bertanya dengan bingung.


Leon, “Minta kawin.”


Wajah Khansa seperti merah seperti udang rebus saat mendengar Leon mengucapkan kedua kata itu, Khansa langsung saja melemparkan handuk di tangannya dengan kuat ke wajah tampan suaminya itu.


"Ish … kau ini, apa meledek aku sekarang sudah menjadi hobimu kah?" Khansa bersungut.


Leon tidak menghindari lemparan handuk dari Khansa, Leon menangkap handuk yang Khansa lemparkan dan malah membuat moodnya tampak menjadi sangat baik.


Khansa mengulurkan tangan hendak menutup pintu kamar mandi dan bersiap mendorong tubuh Leon agar menjauh. Namun, lutut Leon sedikit menekuk dan menahan pintu, “Marah?” tanya Leon.


Khansa mendengus tanpa menjawabnya. Dengan lembut Leon mengusap-usap puncak kepala Khansa.


Leon memberi tahu Khansa bahwa dirinya akan pergi beberapa saat, pergi dinas ke luar kota, "jika ingin ada yang dibicarakan maka katakan saja sebelum aku pergi."


Khansa berpikir sejenak sambil menggigit pelan jari kelingkingnya, lalu menggelengkan kepalanya dengan maksud memberi tanda jika tidak ada.


"Tidak ada! Tidak ada hal yang ingin aku bicarakan,"  ujarnya kepada Leon.


Melihat memang sepertinya tidak ada yang mau dibicarakan oleh Khansa, Leon malah menarik Khansa ke dalam pelukannya.


Khansa ingin melepaskan diri, “Tuan Leon, apa yang kamu laku…”


Belum juga Khansa menyelesaikan kalimatnya, Leon malah sudah menarik tangan mungilnya dan diletakan di atas pinggang kencangnya.


Telapak tangan yang lembut segera menyentuh otot-otot kekarnya di balik pakaian tipis, Khansa merasa ujung jarinya seperti disengat oleh aliran listrik, dan membuatnya terkejut hingga menarik kembali tangannya.


"Tuan Leon jangan seperti ini!" pinta Khansa dengan suara sedikit terbata dan terdengar malu-malu.


Namun, Leon menahannya, tidak membiarkannya mundur. Leon sangat menyukai situasi ini, menggoda istri kecilnya ini tiba-tiba saja sudah menjadi hobi yang tak bisa dia lepaskan.


Leon sedikit menunduk ke Khansa, bibirnya yang tipis menempel di daun telinga Khansa yang sudah memerah, lalu berkata dengan suara berat, “Begini sudah sama  seperti yang kau mau tidak?”


Khansa merasa sangat malu, dia berkata, “Tuan Leon, tentang itu … kami itu tadi hanya bercanda lho, lepaskan aku dulu!”


"Eh … itu! Tadi kami benaran hanya iseng, kok" jelas Khansa meyakinkan Leon.


"Kami tadi hanya mengenang candaan masa lalu saja, jadi jangan dianggap serius lho," jelas Khansa lagi.


Tepat disaat keduanya saling memandang dengan canggung, Paman Indra mengetuk pintu kamar mereka dari luar dan menyampaikan bahwa pesawat pribadi telah siap. Leon melepaskan pelukan tangannya dari Khansa. 


"Lain kali dilarang  keras untuk menonton film-film action itu lagi," bisik Leon, mengecup satu pipi Khansa dari balik cadar, Kemudian dia bergegas pergi.


Leon meninggalkan Khansa dalam sedikit kelimbungan, "Ei … itu tadi dia memelukku hanya untuk mengatakan itu kah?" gumam Khansa. 


Khansa merasa sedikit lucu dan romantis, ketika Leon mengatakan larangan tentang itu. Tapi, melalui sebuah cara pelukan.


….


Selesai mandi Khansa naik ke atas ranjang, dia mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirim pesan WhatsApp  lagi pada Emily, tapi kali ini Khansa mengalihkan topik sugar baby dengan Emily.


Jika tidak begitu, maka pembahasannya bisa akan sangat panjang. Mulai dari usia, tinggal dimana, apa pekerjaannya, siapa teman-temannya, apakah kaya atau tidak dan tentang kapan akan membawa dirinya untuk bertemu dengannya. 


"Apa kau sudah tidak Syuting lagi, karena sepertinya kau memiliki banyak waktu untuk mencari gosip tentang aku?" tanya Khansa.


Emily pun mengirim pesan untuk memberi tahu Khansa kalau dia akan syuting film selama beberapa waktu, "Esok aku akan pergi untuk beberapa lama untuk Syuting." 


"kau baik-baik ya, selama tidak ada aku! Ingat jangan menangis," 


"Ish … apanya yang menangis," tukas Khansa. 


Membaca pesan Emily tentu saja membuat Khansa tertawa, ini yang sering menangis siapa  ? Di tiap kali akan berpisah. Ketika tiap kali Emily datang berkunjung bermain ke tempat Khansa, maka di setiap kali jika sudah saatnya pulang maka Emily akan menangis tersedu-sedu lagi, tak rela berpisah, tak mau pergi meninggalkan Khansa di desa.


Bahkan ada sekali waktu, Emily sudah menarik-narik Khansa agar ikut bersamanya kembali ke kota. Sampai-sampai Khansa harus membentak Emily untuk menyadarkan tindakan impulsifnya itu.


Sampai sekarang jika mengingat itu Khansa selalu tertawa, karena bukan hanya sekedar membentak Emily, namun juga menyabetnya dengan sapu lidi. Khansa satu-satunya orang yang berani menyabet calon ratu film dengan sapu lidi. Jika ini tersebar di media, pastilah Khansa akan menjadi Viral.


"Kau berhati-hatilah," isi balasan pesan Khansa.


"Ting" terdengar lagi nada balasan cepat dari Emily, "Tapi kau tenang saja, meski jauh namun, dekat dihati," tambah Emily. 


"Lagipula aku juga sudah memerintahkan orang untuk menggali skandal Maharani, jadi kau sudah bisa tenang," 


Untuk soal setia kawan, maka Emily sudah tidak perlu diragukan lagi, sedari kecil sudah terlihat sungguh peduli dengan Khansa, apalagi sekarang. Ketika Emily memiliki kepopuleran yang bisa menolongnya, sudanh tentu Emily akan berdiri paling depan untuk menolong kawan baiknya itu.


"Tunggu kepulanganku, nanti kita kuliti bersama-sama," isi pesan Emily.


Klik ini untuk lanjut ke Bab Berikutnya


Bersambung

Novel ini merupakan Novel yang panjang dan mempunyai cerita yang sangat bangus dan seru untuk menemani anda di kala santai.ikuti kisah selanjutnya yah.



Posting Komentar untuk "Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 18"