Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 128

 Admin kembali lagi dengan Novel yang sangat seru,Novel ini menceritakan seorang gadis Desa yang bernama Khansa yang di anggap wanita sial di desa tersebut,Novel ini berjudul “ Gadis Desa Pengantin Penganti ”


Hahaha Admin ga akan lanjut nanti di bilang spioiler lagi kita akan lanjut ke kisah Khansa yang sangat menguras perasaan dan Novel ini mempunyai jalan cerita yang panjang dan  seru langsung saja kita menuju TKP….😘😘🥰


BAB 128 : OLEH-OLEH


Mobil Abraham sampai di depan rumah Emily, dengan perlahan dia mamapah wanita yang akan menjadi istrinya ini. Tiba-tiba saja sebuah tangan besar menarik Emily lepas dari rangkulannya.


“Apa sudah baikan?’ tanya dingin Rendra.


Emliy tercengang mendapati dirinya saat ini malah sudah ada dalam rangkulan Rendra, “Mau apa … lepas!”


“Diam … patuh, masih sakit jangan banyak buat ulah,” ujar Rendra.


“Kak,” sapa Abraham.


Dengan acuh tak acuh Rendra membawanya ke dalam, dengan santainya Rendra menekan kode kunci rumah Emily. 


“Ini sejak kapan dia tahu kode sandinya?” pikir Emily.


Mereka bertiga masuk dan duduk di sofa dalam keheningan, masing-masing orang duduk dengan membawa pemikiran sendiri-sendiri.


Rendra berdiri, lalu menarik Emily, “Masih sakit, segera beristirahat di kamar!”


“Nanti saja, masih ada hal yang harus aku bicarakan dengan Abraham,” jawab Emily.


“Tentang Pernikahan?” tanya Rendra dengan suara Magnetisnya.


Binar mata Emily sedikit canggung ketika mendengar Rendra mengucapkan kalimat itu, dia menunduk lalu menyelipkan rambutnya d balik telinga, lalu berkata ,”Ya aku dan Abraham akan menikah.”


Rendra menggigit bibir bawahnya, sambil berkata dalam hati, “Tidak boleh.”


“Suka tidak suka, aku akan tetap menikah dengan Abraham,” jelas Emily lagi seraya memandangi Abraham.


Melihat wanita yang disuka sedang menatapnya, Abraham lalu mengambil tangan Emily dan menggenggamnya. Rendra memasukan kedua tangannya ke saku celananya, “Ini dibicarakan nanti saja, kau beristirahatlah nanti aku akan memasakan bubur kesukaanmu.”


Rendra melihat kepada Abraham, lalu berkata “Kau pulang saja, aku yang akan menjaganya.”


“Jika begitu hanya bisa merepotkan kakak, besok aku akan datang lagi,” ujar Abraham.


Setelah Abraham pergi, Emily segera masuk ke kamarnya. Rendra pergi ke dapur untuk memasak bubur Manado kesukaan Emily.


Di dalam kamar, Emily terbaring dengan masih merasakan ngilu dan lemas di sekujur tubuhnya, tak berapa lama Rendra masuk dengan membawa semangkuk bubur hangat, “Makanlah dulu,” ujarnya.


Emily bangun dari ranjangnya, duduk bersandar seraya memandangi pria yang sedang berdiri manis penuh perhatian, dia menarik napas panjang lalu berkata, “Lepaskan aku bisa tidak?”


Tanpa jeda dan keraguan Rendra langsung menjawab, “Tidak!”


“Kau tidak mencintaiku, tapi tidak mau melepaskan. Kau pikir aku ini boneka kayu yang tidak memiliki rasa?” tanya Emily melirih.


Rendra terdiam memandangi Emily, berpikir jika ibunya  sangat membenci Emily. Dulu ketika bertengkar dengan tuan besar Kawindra, ibunya nekat melakukan percobaan bunuh diri yang berujung pada kelumpuhan permanen pada kakinya.


Nyonya Kawindra mengancam Rendra, dia tidak akan ragu-ragu lagi untuk melakukan percobaan bunuh diri jika Rendra memilih Emily sebagai istrinya. Bahkan lebih buruk, Nyonya Kawindra mengancam akan membuat perhitungan dengan Emily jika benar saja terjadi Rendra lebih memilihnya.


Rendra diam tidak menjawab, lalu duduk di sisi ranjang Emily, “Makan!”


Emily memalingkan wajahnya, enggan makan. Rendra mengambil sesendok bubur lalu memasukan kedalam mulutnya sendiri. Tangan besar Rendra mengusap kepala Emily lalu dengan tiba-tiba saja wajah Rendra menunduk, mentautkan bibrnya ke bibir Emily dan memasukan bubur yang ada di mulutnya ke mulut Emily.


Kedua mata Emily terbelalak, “Apa kau sudah gila!?” bentak Emily seraya mendorong tubuh Rendra.


“Masih tidak mau makan? Apa perlu aku suapi lagi,” jawab Rendra sembari membersihkan sisa bubur yang menempel di ujung bibirnya.


Tidak ingin Rendra melakukan hal yang tadi, maka Emily pun segera mengambil bubur itu dari tangannya dan mulai menyuapi dirinya sendiri. Lalu Rendra berkata, “Pintar,” sembari mengusap lembut kepala Emily.


Terdiam beberapa saat,  Emily mencoba bertanya, “Tentang aku yang akan menikah, kau tidak berkeberatan kan?”


Rendra tersenyum dengan sedikit tertawa sarkas, lalu berkata “Coba saja!”


Emily mencoba memahami jejak raut muka rendra, wajah tampannya nampak biasa saja. Pria ini sedari dulu memang pandai menutupi emosi perasaannya. Marah, sedih terkadang tidak bisa dibedakan.  Rendra berdiri dan meninggalkan Emily begitu saja tanpa sepatah kata pun.

Emily meletakan buburnya di atas nakas, menyenderkan kepalanya dan menghela napas panjang. Berpikir dirinya sudah bertekad untuk menikah, maka akan tetap dia jalani. Sementara itu, Khansa merasa melega mendengar Emily sekarang sudah berada di rumah lagi, juga Kakek Isvara semakin membaik.  Khansa terdiam merasa masih ada yang kurang.


Lamunan Khansa dibuyarkan oleh panggilan dari salah satu pelayan, “Nona ada tamu dibawah yang sedang menunggu.”


“Tamu?” jawabnya.


Khansa segera saja ke lantai bawah, melihat suaminya telah datang segera saja Khansa berlari untuk memeluknya, Leon merentangkan tangannya dan segera menangkap tubuh mungil landak kecilnya itu, “Huffh …”


“Apa baru tiba?” tanya Khansa.


“Ya, sore tadi,” jawab Leon.


“Apa ada oleh-oleh untuk aku?” tanya manja Khansa.


Sambil tersenyum Leon menjawab, “Tentu saja ada.”


“Mana?” tanya Khansa dengan bersemangat.


Leon pun tertawa kecil lagi, lalu berkata, “Bukankah kau sedang memeluknya.”


Khansa terdiam sesaat, lalu bersungut sambil mencubit pinggang kuat Leon, “Hiiish …”


Saat ini fauzan datang menghampiri mereka,  dan menyapanya “Direktur Sebastian.”


“Ayah mertua,” jawab Leon dengan nada menyindir.


“Aku datang karena ingin melihat keadaan kakek,” ujar Leon.


Khansa melepaskan pelukannya, lalu berkata “Jika begitu aku akan membawamu ke kamar kakek.”


Fauzan pun mempersilahkan dan ikut mengantarnya ke kamar kakek Isvara. Leon dengan sopan menyapa Kakek Isvara. Berbincang sebentar lalu Leon berkata, “Aku akan menginap beberapa hari di sini.”


Khansa nampak terkejut dengan perkataan suaminya itu, lalu Leon mendekati Khansa dan berbisik, “Aku akan meminta Gery menyiapkan sapu lidi aren yang terbaik, kau tenang saja.”


“ih pria ini, benar-benar deh,” pikir Khansa.


Melihat jika kakek Isvara sedang memandangi mereka, maka Khansa pun tidak membuat perhitungan dengan Leon dan menerima keinginan Leon untuk tidur di kediaman Isvara.


Fauzan yang mendengar jika Leon akan menginap beberapa hari di sini, tentu saja langsung saja merespon, “Anggap saja rumah sendiri.”


“Jika begitu aku tidak akan sungkan,” ujar Leon.


Dalam berkas laporan yang Gery bawa, ada foto Fauzan yang tertangkap dengan beberapa orang dari Oracle farmasi. Foto itu di ambil di masa-masa setelah kematian Stephanie. Fauzan pun langsung sibuk mengatur rumah.


Tapi tidak perlu khawatir repot, baru saja sampai di lantai bawah Fauzan melihat ada satu mobil box terpakir di halaman kediaman Isvara. Itu adalah mobil yang mengantarkan bahan-bahan makanan untuk Leon makan selama dia menginap di kediaman Isvara, entah mengapa dirinya semakin merasa tidak sudi makan dari uang yang fauzan hasilkan. Karena itu dia membawa bahan makanan sendiri dan keperluan yang lain untuk dirinya dan juga untuk Khansa.


Bantu admin yah kak dengan klik ... biar admin semangat postnya


Klik ini untuk lanjut ke Bab Berikutnya


Bersambung

Novel ini merupakan Novel yang panjang dan mempunyai cerita yang sangat bangus dan seru untuk menemani anda di kala santai.ikuti kisah selanjutnya yah.



Posting Komentar untuk "Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 128"