Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 103
Admin kembali lagi dengan Novel yang sangat seru,Novel ini menceritakan seorang gadis Desa yang bernama Khansa yang di anggap wanita sial di desa tersebut,Novel ini berjudul “ Gadis Desa Pengantin Penganti ”
Hahaha Admin ga akan lanjut nanti di bilang spioiler lagi kita akan lanjut ke kisah Khansa yang sangat menguras perasaan dan Novel ini mempunyai jalan cerita yang panjang dan seru langsung saja kita menuju TKP….😘😘🥰
BAB 103 : TIDAK BOLEH!
Leon tidak mendapat jawaban pesan lagi dari Rendra, lalu kembali melanjutkan pertemuannya. Sementara itu, setelah melakukan pembayaran dan proses administrasi selesai, Emily langsung saja membawa Khansa pergi dari kantor agen properti itu.
Di dalam mobil, Khansa baru tersadar "Hei bukankah kau yang berniat membeli rumah?"
"Kepalaku sudah pusing, melihat tadi kau membeli rumah seperti membeli terasi di warung," jawab Emily.
"Issh kau ini … Kau tidak usah membeli rumah, nanti sewa saja rumah yang tadi kubeli," ujar Khansa.
"Hei! Apa kau tadi menyesal membeli rumah tadi?" tanya Emily.
Emily sangat mengenal Khansa, baginya selama ini berdiri sendiri untuk menopang hidupnya adalah harga diri tertingginya, jadi meminta atau memakai barang orang lain adalah bukan gaya temannya ini.
"Dengarkan aku! Kau adalah istri sah tuan muda Sebastian, jadi kau adalah orang yang paling berhak jika ingin menghamburkan uang suamimu itu," nasehat dan hibur Emily kepada Khansa.
"Jangan lemah, masa kau mau membiarkan wanita ular itu menang. Dengan begini kan kau juga sedang memberitahu suamimu itu jika kau adalah pengendali kekayaannya, jadi jangan sampai macam-macam. Karena kita bisa menghabiskan kekayaan dia kapan saja kita mau," tukas Emily berapi-api sambil melajukan mobilnya.
"Ups salah! Bukan kita. Tapi kau," koreksi Emily sambil tertawa lepas.
Setelah dari agen properti mereka pergi berbelanja ke Mall, "Kita ke salon ya! Merilekskan tubuh dengan pijatan dari ahli. Bukankah tadi kita baru saja memenangkan pertempuran sengit," ajak Emily.
Khansa pun mengikuti pengaturan dari Emily, mereka mengambil perawatan satu paket dari ujung kepala sampai dengan kaki.
Setelah keluar dari salon, Emily menarik Khansa ke butik pakaian tidur, "Beli ini, Tuan Sebastian pasti akan menyukainya,"
"Kau ini sungguh lamban, hiish benar-benar deh masa menyiakan-nyiakan pinggang kuat suamimu itu. Pakai ini maka ketika bertempur di ranjang dia pasti akan kalah denganmu," ujar Emily sembali cekikkan.
Melihat jika Khansa hanya terdiam, dalam hati Emily paham jika temannya ini pasti merasa tidak enak karena baru saja menghamburkan uang 50 miliar dalam sehari, jadi pasti menahan diri.
"Kau harus membeli ini!" ujar Emily lagi.
Setelah membayar, mereka pun bergegas ingin pulang. Rendra yang sedari pagi menguntit mereka akhirnya tidak tahan dan memutuskan menyapa Emily.
"Kak Rendra …" gumam Emily terbata.
Hari ini Rendra menggunakan setelan jas hitam yang trendi dengan wajah tampan seperti porselen. Tuan muda Kawindra ini sejak kecil telah dipersiapkan menjadi ahli waris dan mendapatkan pendidikan yang paling ortodoks, jadi tempramennya lembut dan Elegan.
Namun, ia memiliki sepasang mata yang hitam dan dingin membuat semua orang merasa takut dengan kehadirannya.
Emily menatap ke arah Rendra yang sedang menatapi wajahnya yang ceria cerah itu. Tidak tahu sejak kapan Rendra ada di sana, berpikir jika saja Rendra mendengar perkataannya tentang pinggang yang kuat dan pertempuran, maka seketika saja wajah Emily memerah karena malu.
"Kak! Kau semakin tampan saja, setelah dua tahun tak bertemu," sapa Emily dengan tersenyum manis.
Rendra melihat senyumannya lalu menjawab, "Aku kesini untuk rapat."
"Oh" jawab Emily sekedarnya.
Mall ini adalah milik keluarga Kawindra, sekarang Rendra Kawindra sedang bersama para eksekutif untuk meninjau operasional mall mereka.
"Jika begitu, Kakak bersibuk lagi saja. Aku juga sudah selesai," jawab Emily lalu bergegas pergi tanpa menoleh ke belakang.
Rendra mengambil ponsel dari sakunya, dan mengirimkan sebuah pesan kepada Leon, 'ding' notifikasi pesan masuk ke ponsel Leon.
"Sepertinya aku melihat Emily mengajak istrimu untuk membeli gaun tidur sutra, dan juga membawanya ke salon kecantikan," isi pesan teks Rendra kepada Leon.
Leon telah pulang ke Villa Anggrek, dan saat ini dia sedang ada di ruang kerjanya. Dia membaca pesan dari Rendra bolak balik beberapa kali, istrinya membeli gaun tidur sutra dan pergi ke salon.
Sungguh pesan teks dari Rendra ini lebih menarik perhatian Leon daripada pesan teks notifikasi 50 milliar.
"Biarkan Emily tinggal lebih lama lagi di Palembang, jangan biarkan terburu-buru pergi," balas pesan teks Leon kepada Rendra.
Rendra hanya menyeringai dan meletakan ponselnya di saku, lalu melanjutkan pekerjaan inspeksi dadakannya.
Leon juga meletakan ponselnya, lalu membaca lagi dokumen yang ada di tangannya. Tetapi dia tidak bisa berkonsentrasi sama sekali.
Leon pun keluar untuk mencari Nenek Sebastian, "Nek apa tidak merindukan Khansa?" tanya modus Leon.
"Iya rindu, sudah dua hari Khansa tidak tidur di rumah," jawab Nenek Sebastian.
"Kalau begitu bagaimana jika kita video call," ujar Leon.
"Boleh juga," jawab Nenek Sebastian.
"Mana ponsel Nenek?" tanya Leon.
Leon memiliki ide, jika dari panggilan dari ponselnya maka pasti Khansa enggan menjawabnya, tapi jika menggunakan ponsel Nenek Sebastian maka pasti Khansa akan menjawabnya.
Di Apartemen Emily, Khansa baru saja selesai mandi dan menggunakan gaun sutra yang tadi baru saja dibeli. Khansa baru saja menyeka rambutnya dengan handuk kecil ketika panggilan Video Call dari WhatsApp berdering.
Khansa segera menjawabnya dan langsung saja terlihat wajah ramah Nenek Sebastian, "Ah! Khansa kau tidak memakai cadar hari ini."
"Kau sangat cantik," puji Nenek Sebastian.
"Ah iya," jawab Khansa sembari memegangi pipinya dengan satu tangannya.
Khansa baru saja selesai mandi, dan lagipula ini di Apartemen Emily, jadi Khansa merasa tidak perlu memakai cadarnya.
Wajah cantik Khansa memerah karena malu, "Nenek kau sedang meledek ya."
"Nenek meridukanmu, apa kau tidak merindukan Nenek?" tanya Nenek Sebastian.
"Rindu Nek," jawab Khansa.
"Meskipun merindukan Nenek, jangan pulang terburu-buru. Jika hatimu sudah tenang maka barulah pulang," tukas bijak Nenek Sebastian.
Leon langsung mengernyitkan alisnya, "Astaga! Sebenarnya siapa cucu kandung Nenek ini,"
Leon langsung saja mengambil ponsel Neneknya itu, lalu keluar dari kamar Nenek Sebastian.
Leon melihat wajah Khansa yang segar dan cantik itu yang telah membuatnya terpesona. Sementara itu, Khansa yang melihat wajah Leon, langsung saja wajahnya berubah jadi dingin, "Mana nenek?"
Dengan nada ringan Leon menjawab, "Di kamarnya.
"Karena Nenek sudah pergi, maka aku akan menutup telponnya," ujar Khansa seraya ingin menekan tombol memutuskan panggilan.
Melihat ada lukisan-lukisan di kuku Khansa, Leon langsung bertanya "Apa tadi baru ke salon?"
Khansa langsung saja melihat jika Leon sedang menatapinya, Khansa sedang memakai gaun tidur sutra bertali satu. Warna gaun itu semankin mempertegas kulit putih Khansa. Rambut panjangnya yang masih basah jatuh terurai diatas kulit putih lembutnya itu. Hati Leon semakin tersentuh dengan penampakan landak kecilnya malam ini yang begitu menggemaskan.
"Kau sedang lihat apa!?" tanya marah Khansa.
Leon melengkungkan bibirnya yang tipis, "Aku yang bayar! Masa tidak boleh lihat."
"Tidak boleh"! jawab Khansa lagi.
Klik ini untuk lanjut ke Bab Berikutnya
Bersambung
Novel ini merupakan Novel yang panjang dan mempunyai cerita yang sangat bangus dan seru untuk menemani anda di kala santai.ikuti kisah selanjutnya yah.
Posting Komentar untuk "Gadis Desa Pengantin Penganti Bab 103"